Tags

, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Edy Zaqeus

Ini buku saya yang judulnya lumayan kontroversial dan cukup menyedot perhatian. Edisi perdananya tercetak hingga 12 kali dan kemudian muncul kembali dalam edisi khusus. Judul sangat berpengaruh terhadap kesuksesan buku.

“Membuat judul buku yang baik perlu bantuan orang lain, tukar-menukar pendapat.”
Hernowo
(Penulis dan Praktisi Perbukuan)

Apakah judul benar-benar dapat membuat sebuah buku menjadi best seller? Ini pertanyaan menarik dan sudah sering didiskusikan. Sebagian praktisi perbukuan atau penulis menganggap judul sangat berpengaruh terhadap laris tidaknya sebuah buku. Hal itu didasarkan pada sejumlah contoh judul buku yang sensasional dan kontroversial sehingga menarik khalayak untuk membeli. Sebagian lagi memandang judul tidak berkaitan dengan laris tidaknya sebuah buku. Penilaian ini didasarkan pada banyaknya contoh judul buku yang biasa saja tetapi laris manis di pasaran. Dan sebaliknya, tak sedikit buku-buku dengan judul kontroversial dan sensasional namun mendem alias kurang laku di pasaran.

Saya sendiri yakin bahwa judul buku –di samping unsur-unsur lain seperti kover, isi, penulis, copywriting sampul belakang atau jaket buku, endorsement (pujian atau pengukuhan), dan tampilan fisik buku– berpotensi membuat orang merasa tertarik. Judul bisa menjadi semacam door opener (pembuka pintu) ke arah tindakan berikutnya. Di rak-rak toko buku, bisa jadi kover menjadi penarik perhatian yang pertama, setelah itu baru judul. Atau sebaliknya, orang tertarik judul dulu, senang juga dengan kovernya, dilanjutkan dengan membuka-buka daftar isi buku, dan akhirnya membeli buku itu. Yang pasti, jika yang ada hanya daftar judul buku, maka yang pertama kali membuat orang tertarik atau tidak adalah judulnya.

Dari pengamatan saya, judul-judul dengan kharakteristik tertentu membuat orang lebih tertarik dibanding judul-judul formal atau yang biasa saja. Sebab, ibaratnya isi buku itu merupakan produknya, maka judul bisa dianggap sebagai iklannya. Dengan judul yang pas dan menarik, sebuah buku dapat membuat orang lebih meminatinya. Nah, apa saja kharakteristik judul yang menarik itu? Berikut di antaranya:

  1. Unik. Seperti yang lain, sesuatu yang unik selalu lebih menarik perhatian dibanding yang biasa saja. Tak peduli perhatian itu sesaat atau berkepanjangan. Judul yang unik berarti memiliki kekhasan tersendiri, beda dan lebih menonjol dibanding yang lain. Contoh; Dialog Dengan Jin, Orang Miskin Dilarang Sekolah, Kampus Fresh Chicken, Chicken Soup For The Soul, Rich Dad Poor Dad, dll.
  2. Sensasional, bombastis, atau absurd. Hampir sama dengan unik, sesuatu yang sensasional, berlebihan, absurd, atau di luar kebiasaan, sering dapat menggoda perhatian orang. Judul yang sensasional memang agak lama menancap di benak orang, terlepas dari sisi positif atau negatifnya. Contoh; Jangan Main-main dengan Kelaminmu, Kaya Tanpa Bekerja, Wajah Sebuah Vagina, Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur, dll.
  3. 3.    Kontroversial. Sedikit berbeda dengan sensasi, kontroversi agak berkonotasi negatif, misalnya bertentangan dengan pandangan umum. Judul kontroversial selalu menimbulkan pro dan kontra sehingga selalu menarik perhatian. Ada unsur emosi yang dimainkan di sini. Contoh; Rapor Merah Aa Gym, Kalau Mau Kaya Ngapain Sekolah!, Selingkuh Itu Indah, Ternyata Akhirat Tidak Kekal, Indahnya Perkawinan Dini, dll.
  4. Rahasia. Sesuatu yang bersifat rahasia biasanya malah membuat orang ingin tahu. Judul-judul yang diawali atau dikonotasikan mengungkap suatu rahasia sanggup mencuri perhatian. Contoh;  Jakarta Undercover, Sex In The Kost, Rahasia Orang Terkaya yang Pernah Hidup, dll.
  5. Menjawab persoalan. Judul yang langsung menjawab atau memberi solusi atas suatu persoalan juga cukup menarik perhatian. Contoh; Bagaimana Memikat Gadis dan Berkencan Efektif, Resep Cespleng Berwirausaha, Agar Menjual Bisa Gampang, Agar Cinta Bersemi Indah, dll.

Selain kharakter di atas, judul-judul tertentu juga menarik perhatian. Judul-judul ini memainkan unsur emosi massa, sengaja dimirip-miripkan, dan memanfaatkan popularitas istilah atau kalimat-kalimat tertentu:

  1. Judul yang menentang arus besar, semisal Rapor Merah Aa Gym atau Ayah Kaya Tidak Kaya.  Judul buku Rapor Merah Aa Gym dicari banyak orang justru saat nama Aa Gym tengah melambung dan dipuja banyak orang. Saya menduga, buku Rapor Merah Aa Gym laris bukan karena pembeli buku itu ingin mengetahui “dosa-dosa” Aa Gym seperti yang dituduhkan penulisnya. Sebaliknya, orang membeli buku itu karena “tidak rela” tokoh idolanya dikritik. Ini judul yang memainkan psikologi massa. Sama dengan keberhasilan buku Ayah Kaya Tidak Kaya yang isinya membongkar “kebohongan” Kiyosaki. Buku ini mencuri perhatian para pengagum Kiyosaki, si penulis Rich Dad Poor Dad.
  2. Judul yang memiliki kemiripan dengan judul-judul yang telah sukses sebelumnya. Ketika buku Rich Dad Poor Dad sukses, muncul judul yang mirip-mirip seperti Orang Jawa Kaya Orang Jawa Miskin. Judul Mengarang Itu Gampang diikuti dengan judul-judul seperti; Mengarang Novel Itu Gampang, Mengarang Skenario itu gampang, Agar Menulis/Mengarang Bisa Gampang, dan Agar Menjual Bisa Gampang.  Sementara judul klasik Think and Grow Rich yang sukses diikuti Talk and Grow Rich dan Write and Grow Rich.
  3. Judul yang memanfaatkan istilah-istilah atau kalimat-kalimat populer. Semisal, So What Gitu Loh!, Pede Aja Lagi!, dll.

Kita bisa menggunakan contoh-contoh di atas untuk menajamkan dan membuat judul-judul yang kita buat lebih menarik lagi. Untuk buku-buku fiksi, keleluasaan membuat judul memang luas sekali. Namun untuk buku-buku non fiksi, ada rambu-rambu yang lebih ketat. Ada hal-hal yang harus dihindari saat kita merumuskan sebuah judul, yaitu;

  1. Judul tidak boleh bersifat mengelabui, menyesatkan, apalagi menipu pembaca. Semisal, sebuah judul buku Saya Kaya Orang Lain Kaya (Sonica), yang ternyata isinya adalah ajakan agar orang-orang mengikuti program arisan berantai (pyramid scheme atau money game). Ini jelas pengelabuan dan bisa menjadi bumerang bagi penulis atau institusi yang menerbitkannya.
  2. Judul tidak boleh mengundang pertentangan yang berbau SARA.
  3. Sekalipun judul buku tidak bisa dipatenkan, tapi lebih baik tidak menggunakan judul yang sama persis dengan judul buku lain yang sudah lebih dulu terbit.

Judul berfungsi sebagai iklan, itulah ‘hukum besi’ dalam perjudulan buku. Tak jarang kita terpaku hanya pada judul yang sudah kita rumuskan, kita sukai, dan kita yakini sebagai judul best seller. Ini bisa mengelabui kita. Bisa jadi judul yang kita anggap bagus ternyata malah dianggap tidak menarik oleh orang lain. Dalam menentukan judul sebuah buku yang akan diproduksi, penerbit-penerbit selalu memperhatikan masukan dari bagian pemasaran. Ini menunjukkan betapa judul sangat berpengaruh terhadap proses pemasaran buku nantinya. Jadi, judul yang dibuat oleh si penulis tidak selalu menjadi judul yang dipakai. Pertimbangan penerbit merujuk pada selera pasar dan ini biasanya menjadi keahlian bagian pemasaran.

Untuk mendapatkan judul yang paling pas, saya suka mengadakan survei kecil-kecilan. Caranya, saya selalu usahakan ada 5-10 judul alternatif untuk setiap naskah buku. Lalu saya minta sejumlah orang (10-20 responden) dari berbagai latar belakang untuk menilai (merangking) judul tersebut. Judul yang paling mengundang responden, membuatnya tergerak, ingin membeli, atau membacanya, saya minta diberi skor tertinggi (misalnya 5). Sementara judul yang paling tidak menarik bisa diberi skor terendah (misalnya 1 atau 0). Responden juga dipersilakan menyumbangkan ide judul yang menurut mereka menarik (lihat gambar di bawah ini).

Hasil survei judul itu memberikan perspektif yang lain dan bisa menjadi bahan perbandingan. Itulah perspektif calon pembeli buku kita. Bagaimana jika judul yang paling kita sukai ternyata skornya rendah? Atau, ada judul-judul yang nilainya berhimpitan dan hampir sama besarnya? Itu bisa menjadi bahan evaluasi. Yang pasti, sangat berisiko kalau kita ngotot memakai judul dengan skor paling rendah. Untuk memastikan pilihan yang agak dilematis seperti itu, kita bisa menguji kembali survei kita dengan memperbanyak jumlah responden. Penyikapan lain, kita bisa menggabungkan idenya. Semisal, judul utama kita pilih yang skornya tertinggi, lalu judul skor tertinggi kedua bisa kita jadikan sub judul.

Untuk sub judul, saya ada penekanan khusus. Saya beberapa kali membantu klien yang sempat kesulitan menentukan judul bukunya. Problemnya, si klien sudah kadung jatuh cinta dan yakin itulah judul terbaik. Tapi komentar orang-orang pemasaran; judul itu kurang menjual, tidak detail, kurang menggambarkan keunggulan bukunya, dll. Untuk problem ini, yang terbaik adalah memanfaatkan kekuatan sub judul dalam memberi keterangan tambahan atas judul utama. Alhasil, si klien tetap puas dan pede dengan judul utamanya, sementara usulan-usulan orang pemasaran tetap diakomodasi. Nah, kedua pihak akhirnya sama-sama puas dan lebih percaya diri dengan hasil buku tersebut.

Sub judul buku penting sekali manakala judul utama dianggap biasa saja, terlalu umum, kurang populer, mengandung istilah yang agak asing, atau malah kurang punya kekuatan. Saya punya pengalaman menarik saat merumuskan judul buku saya Resep Cespleng Berwirausaha. Judul ini punya kekuatan di kata ‘resep cespleng’-nya, tetapi isu ‘berwirausaha’-nya sudah terlalu banyak dibukukan. Nah, bagaimana caranya bersaing dengan buku-buku wirausaha yang bejibun jumlahnya? Saya rumuskan sub judul yang menggoda; 130 kiat jitu melipatgandakan penghasilan dengan modal seadanya. Rupanya, angka 130, kata ‘melipatgandakan penghasilan’, dan ‘modal seadanya’ menjadi magnet tersendiri. Naskah buku yang pernah ditolak itu ternyata jadi best seller.

Untuk fast book atau buku-buku how to, sub judul menjadi daya tarik tersendiri yang perlu kita manfaatkan secara maksimal. Sesuai dengan sifat fast book yang sangat fokus pada tema-tema tertentu, maka sub judul bisa lebih memperkuat kefokusannya. Sub judul bisa dimanfaatkan untuk memperjelas, mengeksplor, dan mempertegas nilai tambah yang ditawarkan buku. Sekali lagi, fungsi judul dan sub judul adalah iklan bagi buku kita. Jadi, kalau dengan sub judul kita bisa lebih mempromosikan isi buku dengan lebih menggigit, mengapa tidak memanfaatkannya?[Edy Zaqeus: https://rcmbb.wordpress.com/%5D

Tips:

  1. Jangan puas dengan hanya satu atau dua judul alternatif.
  2. Semakin banyak alternatif judul, semakin besar peluang kita mendapatkan judul dan sub judul yang paling menjual.
  3. Manfaatkan sub judul sebagai iklan untuk menjual buku anda. Judul yang menjual pasti memperbesar kemungkinan untuk jadi best seller.
  4. Fast book atau buku-buku panduan wajib menyertakan sub sudul.
  5. Survei judul ada manfaatnya. Jadi, tak ada salahnya digunakan untuk test market.